Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan dalam Kasus KtP/A, termasuk TPPO

Kebijakan dan Strategi Nasional Pelayanan Kesehatan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A), termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

dr. H. Pendewal, M.H., C.M.C., CFrA.

Kepala Dinas Kesehatan Solok selatan (sejak Juli 2022), Mediator Sengketa Medis Bersertifikat (sejak 2020), Auditor Forensik (sejak 2024), Kompartemen Etik dan Hukum Pengurus PERSI Sumatera Barat (2022-2025), Tim Advokasi Trasflantasi Ginjal RSUP M Djamil Padang (sejak 2024), Korwil Pusat Mediasi dan Resolusi Konflik (PMRK) Sumatera Barat (2025-2029)

——————————————————————————————————————————————————-

Pendahuluan

Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berdampak serius terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial korban. 1 dari 3 perempuan pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan intim atau bukan pasangan (WHO, 2021). 1 dari 4 perempuan Indonesia, berusia 15-64 tahun mengalami kekeresan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh pasangan atau bukan pasangan selama hidupnya (Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional; SPHPN, 2021) dan 90% kasus perkosaan tidak pernah dilaporkan (Komnas Perempuan, 2022)

Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan isu krusial yang memerlukan respons komprehensif dari berbagai sektor, termasuk sektor kesehatan. Pelayanan kesehatan berperan penting dalam penanganan korban melalui pendekatan terpadu yang ramah korban dan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM). Pelayanan kesehatan merupakan pintu masuk utama untuk deteksi dan penanganan awal korban kekerasan, serta memiliki peran penting dalam dokumentasi medis untuk keperluan hukum.

Merujuk pada Sustainable Development Goals (SDGs) Goal 5; Gender Equality, 3 diantaranya adalah mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, menghapus kekerasan berbasis gender, termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual, dan menghapus praktik berbahaya seperti perkawinan anak dan mutilasi genital perempuan. Komitmen ini mengikat secara moral, dan setiap negara termasuk Indonesia harus mengadopsinya dalam kebijakan nasioanal, program dan anggaran.

Tujuan pelatihan ini adalah untuk memahami kebijakan dan strategi pelayanan kesehatan pada kasus KtP/A, termasuk TPPO serta memahami tugas dan peran sektor kesehatan dalam upaya penanganan KtPA, termasuk TPPO.

 

Diskusi

Dasar Hukum dan Kebijakan Nasional

Penanganan KtP/A dan TPPO di Indonesia telah diatur dalam berbagai regulasi, diantaranya:

  1. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  jo Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 81 Ayat (1) dan Pasal 82 UU 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU 17 Tahun 2016)
  2. Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
  3. Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO jo Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 2 UU 21 Tahun 2007)
  4. Undang-Undang No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  5. Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
  6. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan
  7. Peraturan Presiden No 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang diubah dengan Perpres No 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO
  8. Permenkes RI No 68 Tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas adanya Dugaan Kekerasan Terhadap Anak
  9. Permenkes RI No 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Pemerkosaan
  10. Permenkes RI No 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan masa sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual.
  11. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI No 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak
  12. Keputusan Menkes RI No 1226/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit.

Dari semua regulasi di atas menitikberatkan bidang kesehatan memeliki peran yang sangat penting dalam menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang meliputi mitigasi dan pencegahan, penanganan kasus dan rehabilitasi. 

Strategi Pelayanan Kesehatan

Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran anak. Penanganan kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A), termasuk TPPO sangatlah komplek melibatkan berbagai lintas sektor, diantaranya Dinas P2TP2A, Dinas Sosial, Lembaga Penegak Hukum dan Dinas Kesehatan. Pendekatan lintas sektor ini bertujuan untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap korban, pemulihan sosial dan perlindungan hukum serta pelayanan kesehatan.

Berikut ini adalah Strategi Pelayanan Kesehatan pada kasus KtP/A dan TPPO, yaitu:

Deteksi Dini dan Pelayanan Tingkat Dasar di Puskesmas

Puskesmas sebagai lini pertama dalam deteksi kasus KtP/A, termasuk TPPO. Dokter dan tenaga kesehatan di Puskesmas harus dapat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan, baik fisik maupun psikis. Jika diperlukan gunakan skrining standar atau asesmen kekerasan untuk menilai adanya tidaknya kekerasan.  

Dokter dan tenaga kesehatan di Puskesmas dapat melakukan penanganan awal dan stabilisasi. Jika korban dalam keadaan darurat, segera lakukan pertolongan medis kegawatdaruratan, berikan rasa aman dan nyaman, serta pastikan korban tidak didiskriminasi atau disalahkan.

Lakukan pemeriksaan medis dan psikologi, dokumentasikan luka dan temuan medis secara rinci, untuk keperluan hukum, lakukan Visum et Repertum jika ada permintaan dari kepolisian. Bantu korban untuk melapor ke polisi atau dinas terkait, jika belum. Dan, segera koordinasi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polri, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Dinas Sosial dan Lembaga pendampingan hukum/psikososial. Rujukan ke rumah sakit yang memiliki PPT jika diperlukan.

Pelayanan Rujukan di Rumah Sakit (Pusat Pelayanan Terpadu; PPT)

Rumah Sakit PPT yang meliputi pemeriksaan medis yang komprehensif dan terintegrasi, yang meliputi disamping pemeriksaan medis juga konseling psikologi, pelayanan hukum dan bisa merujuk ke lembaga yang berkompeten jika korban membutuhkan dukungan sosial atau bantuan hukum lebih lanjut.

Penanganan Lintas Sektor

Pelayanan kesehatan korban KtP/A, termasuk TPPO juga melibatkan lintas sektor seperti P2TP2A (P2KBP2A), Dinas Sosial, Kepolisian, lembaga bantuan hukum dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Koordinasi lintas sektor penting untuk memastikan korban mendapatkan dukungan yang komprehensif dan berkelanjutan. Penanganan lintas sektor ini dengan pendekatan yang bersifat kolaboratif dan terintegrasi antar sektor. Dengan tujuan memastikan korban KtP/A, termasuk TPPO mendapatkan penanganan dan perlindungan menyeluruh, baik medis, hukum, soisial dan psikologis.

Pelatihan dan Pengembangan Kapasitas

Dokter dan tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit perlu mendapatkan pelatihan dan pengembangan kapasitas agar mampu menangani kasus KtP/A, termasuk TPPO dengan baik. 

Pelatihan ini mencakup deteksi dini, penanganan dan rujukan kasus KtP/A, termasuk TPPO di Fasilitas Kesehatan di Solok Selatan (puskesmas dan rumah sakit)

Lembaga Pendukung

Beberapa lembaga yang terlibat dalam mendukung pelayanan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A), termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), antara lain:

  1. P2TP2A (Dinas P2KBP2A di Solok Selatan)
  2. Dinas Sosial
  3. Kepolisian
  4. Bagian Hukum
  5. Dinas Kesehatan (termasuk rumah sakit dan puskesmas)

 

Kesimpulan dan Saran

Simpulan

Kebijakan dan Strategi Pelayanan Kesehatan dalam penanganan kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A), termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang kuat melalui berbagai regulasi nasional. Pelayanan kesehatan memegang peran penting dalam proses identifikasi dini, penanganan medis dan psikologis, serta pendokumentasian untuk kepentingan hukum korban. Strategi pelayanan yang dilakukan secara terpadu, ramah korban, dan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) harus terus diperkuat melalui peningkatan kapasitas dokter, tenaga kesehatan, penyediaan fasilitas yang memadai, serta kolaborasi lintas sektor. Dengan demikian, sistem pelayanan kesehatan dapat menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh bagi korban KtP/A, termasuk TPPO.

Saran

Dokter dan tenaga kesehatan perlu dibekali pelatihan khusus tentang penanganan kasus KtP/A, termasuk TPPO yang mencakup aspek medis, psikologis, dan hukum. Diperlukan peningkatan pemahaman mengenai pendekatan yang berperspektif gender dan ramah anak, termasuk keterampilan komunikasi empatik dan pendokumentasian medis yang tepat. Selain itu, dokter dan tenaga kesehatan juga harus proaktif membangun koordinasi dengan instansi terkait (seperti P2TP2A (P2KBP2A), kepolisian, bagian hukum dan Dinas Sosial) untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan layanan lanjutan secara optimal. Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan berkala, penyusunan SOP di fasilitas layanan, dan integrasi modul KtP/A, termasuk TPPO di fasilitas pelayanan keehatan.

Referensi

  1. Komnas Perempuan. (2023). Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan 2023. Jakarta: Komnas Perempuan.
  2. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Permenkes No 68 Tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas adanya Dugaan Kekerasan Terhadap Anak.
  3. Kementerian Kesehatan RI. (2016). Permenkes No 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Pemerkosaan.
  4. Kementerian Kesehatan RI. (2021). Permenkes No 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan masa sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual.
  5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (2022). Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 2 Tahun 2022 tentang Standar Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak
  6. Kementerian Kesehatan RI. (2009). Keputusan Menkes No 1226/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit.
  7. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan
  8. Peraturan Presiden No 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang diubah dengan Perpres No 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO
  9. Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  jo Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 81 Ayat (1) dan Pasal 82 UU 23 Tahun 2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU 17 Tahun 2016)
  10. Undang-Undang RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
  11. Undang-Undang RI No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO jo Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Pasal 2 UU 21 Tahun 2007)
  12. Undang-Undang RI No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
  13. Undang-Undang RI No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

Materi ini akan disampaikan sebagai bahan diskusi dalam acara Pelatihan Pelayanan Kesehatan bagi Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ( KtP/A) dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di UPT BLU BKOM Pelkes-Sumatera Barat, Selasa 6 MeiĀ  2025.

Materi ini dirampungkan di Jakarta, Sabtu 3 Mei 2025 di Hotel Borobudur

Website
Hukum Kesehatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *