Insentif dan Jasa Covid 19

Insentif & Jasa Pelayanan Covid 19

Pendewal, dr. M.H., CMC.

RSUD Solok Selatan,  Anggota MHKI (Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia) Sumatera Barat, Anggota PERDAHUKKI (Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kesehatan) Cabang Sumatera Barat

 

Tulisan ini berawal dari pertanyaan yang bergulir, dokter dan tenaga kesehatan yang telah mendapatkan insentif Covid 19, masih bisakah mendapatkan jasa pelayanan? Dan untuk menjawab pertanyaan ini, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach).

Diskusi dan Pembahasan

Hak dokter dan tenaga kesehatan atas jasa pelayanan diatur dengan cukup jelas dan tegas dalam undang-undang lex spesialis, tidak hanya dalam UU Kesehatan[1] dan UU Tenaga Kesehatan,[2] bahkan dalam UU Praktik Kedokteran,[3] UU Keperawatan[4] dan UU Kebidanan[5] mengatur dengan jelas bahwa dokter dan tenaga kesehatan berhak atas imbalan jasa. Imbalan jasa adalah upah yang harus diberikan oleh fasilitas kesehatan tempat dokter dan tenaga kesehatan mengabdikan tugas profesinya.

Insentif merupakan tambahan penghasilan (uang, barang dan sebagainya) yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja; uang perangsang.[6] Dengan demikian, insentif itu reward, bonus, penyemangat, hadiah yang diberikan berdasarkan kebijakan. Misalnya di Kabupaten Solok Selatan adanya TPP (insentif) yang diatur oleh Peraturan Bupati Solok Selatan Nomor 44 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok Selatan dan pada kasus Covid 19 diatur pula oleh KMK 4239 Tahun 2021 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Nakes yang Menangani Covid 19.

Dokter berhak atas jasa medik, tenaga kesehatan berhak atas jasa pelayanan yang diberikan dan ini merupakan kewajiban rumah sakit. Sedangkan insentif bukanlah hak yang harus dituntut melainkan kebijakan yang dibuat, tujuannya adalah penyemangat dan ini erat kaitannya dengan penyebab lahirnya insentif tersebut, misalnya kelangkaan profesi,[7] risiko[8] dan beban kerja, dan lain sebagainya atau peningkatan cash flow rumah sakit bisa juga dijadikan dasar pembayaran insentif. Sehingga, bisa saja suatu ketika insentif tidak dibayarkan lagi karena penyebab pembayaran insentif sudah tidak menghendakinya. Hal ini sangat berbeda dengan jasa pelayanan, yang merupakan hak dokter dan tenaga kesehatan dan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh fasilitas kesehatan dalam hal ini rumah sakit.

Demikian juga halnya dengan jasa pelayanan pasien Covid 19, rumah sakit wajib membayarkannya sebagai bentuk tanggungjawab rumah sakit terhadap hak dokter dan tenaga kesehatan atas pengabdiaan profesinya. Dalam KMK Nomor 5673 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid 19 pada halaman 16 poin B disebutkan dengan jelas komponen pembiayaan untuk melakukan klaim jaminan pelayanan pasien Covid 19, terdapat jasa dokter dan jasa pelayanan.

Simpulan

Dari uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa:

1)      Jasa pelayanan dan insentif tidaklah sama, konsep dasarnyapun jauh berbeda.

2)      Jasa adalah hak dokter dan tenaga kesehatan yang harus dibayarkan oleh rumah sakit yang diatur oleh peraturan perundangan.

3)      Sedangkan, insentif merupakan reward, penyemangat yang dibayarkan berdasarkan kebijakan, sehingga bisa jadi suatu ketika insentif tidak dibayarkan lagi tapi jasa pelayanan harus tetap dibayarkan.

 



[1] Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

[2] Pasal 57 huruf c Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, disebutkan Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak menerima imbalan jasa

[3] Pasal 50 huruf d Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, disebutkan dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak menerima imbalan jasa

[4] Pasal 36 huruf c Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, disebutkan Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berhak menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan.

[5] Pasal 60 huruf d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, disebutkan Bidan dalam melaksanakan Praktik Kebidanan berhak menerima imbalan jasa atas Pelayanan Kebidanan yang telah diberikan.

[6] KKBI Online, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/insentif diakses pada tanggal 22 Januari 2021.

[7] Seperti insentif dokter spesialis dan penata anestesi di RSUD Solok selatan.

[8] Seperti insentif PNS yang bekerja sebagai pekerja radiasi. Lihat Permenkes Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas PMK Nomor 56 Tahun 2015 tentang Penetapan Nilai Tingkat Tunjangan Bahaya Radiasi bagi PNS yang Bekerja sebagai Pekerja Radiasi di Bidang Kesehatan.

Website
Hukum Kesehatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *